Wednesday, December 31, 2008

Quiz Acara Perdata 2

Quiz Acara Perdata

Demi transparansi jawaban dan penilaian mhswaku yg cuantik dan guanteeng untuk untuk menjawab quiz di tempat comment dengan ketentuan;
1 menyebutkan nim
2 menyebutkan nama
3 jawaban dengan redaksi yang berbeda

Pertanyaan:
1. Jelaskan perbedaan dan persamaan upaya hukum luar biasa antara hukum acara perdata dengan hukum acara pidana

Soal ini untuk mhs reguler dan non reguler

JAWABAN DITUTUP SAAT UJIAN HUKUM ACARA PERDATA
baca selengkapnya - Quiz Acara Perdata 2

Monday, December 29, 2008

The Real Justice Minute

Tempatku melihat dunia maya

baca selengkapnya - The Real Justice Minute

Thursday, December 25, 2008

Quiz Agraria 2

Dalam era digital dan transparansi mahasiswa yang ganteng dan cakep dapat menjawab quiz ditempat comment sebagai bentuk penilaian dengan ketentuan;
1. menyebutkan nama
2. menyebutkan nim
3 jawaban dengan redaksi yang berbeda

Pertanyaan :
1. bagaimanakah aspek hukum tukar-guling atau ruislag beteng vasternburg

Sebagai acuan jawaban lihat peraturan pendaftaran tanah dan peraturan cagar budaya

Catatan Soal ini khusus kelas reguler ( pagi dan malam )

JAWABAN DITUTUP SAAT UJIAN AGRARIA
__________________________________________________________________

Soal untuk mahasiswa non-reguler

Pertanyaan :
1. Bagaimanakah sistem dan proses pendaftaran tanah di Indonesia

JAWABAN DITUTUP SAAT UJIAN AGRARIA




baca selengkapnya - Quiz Agraria 2

Monday, December 22, 2008

UU Cagar Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1992
TENTANG
BENDA CAGAR BUDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional;

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budayadiperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan bendacagar budaya;

c. bahwa pengaturan benda cagar budaya sebagaimana diatur dalam Monumenten Ordonnantie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238), sebagaimana telah diubah dengan Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515) dewasa ini sudah tidak sesuai dengan upaya perlindungan dan pemeliharaan demi pelestarian benda cagar budaya; dan oleh karena itu dipandang perlu menetapkan pengaturan benda cagar budaya dengan Undang-undang;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20ayat (1), dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Benda cagar budaya adalah:

a. benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yangberupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yangberumur sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) tahun, atau mewakili masa gaya yangkhas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, sertadianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dankebudayaan;

b. benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagisejarah, ilmu pengetahuan , dan kebudayaan.

2. Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mongandungbenda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.

BAB II
TUJUAN DAN LINGKUP

Pasal 2

Perlindungan benda cagar budaya dan situs bertujuan melestarikan danmemanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

Pasal 3

Lingkup pengaturan Undang-undang ini meliputi benda cagar budaya, bendayang diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya,dan situs.

BAB III
PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENEMUAN, DAN PENCARIAN

Bagian Pertama
Penguasaan dan Pemilikan

Pasal 4

(1) Semua benda cagar budayadikuasai oleh Negara.

(2) Penguasaan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) meliputi benda cagar budaya yang terdapat di wilayah hukum RepublikIndonesia.

(3) Pengembalian benda cagar budaya yang pada saat berlakunyaUndang-undang ini berada di luar wilayah hukum Republik Indonesia, dalam rangkapenguasaan oleh Negara, dilaksanakan Pemerintah sesuai dengan konvensiinternasional.

Pasal 5

(1) Dalam rangka penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,benda cagar budaya yang karena nilai, sifat, jumlah, dan jenisnya serta demikepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan perlu dilestarikan,dinyatakan milik Negara.

(2) Ketentuan mengenai penentuan benda cagar budaya sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 6

(1) Benda cagar budaya tertentu dapat dimiliki atau dikuasai olehsetiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidakbertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

(2) Benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalahbenda cagar budaya yang :

a. dimilikiatau dikuasai secara turun-temurun atau merupakan warisan;

b. jumlah untuk setiap jenisnya cukup banyak dan sebagian telahdimiliki oleh Negara.

(3) Dalam hal orang sebagaimana rdimaksud dalam ayat (1) adalahwarga negara Indonesia yang dapat dimiliki atau dikuasai adalah benda cagarbudaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan huruf b.

(4) Dalam hal orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalahwarga negara asing, yang dapat dimiliki atau dikuasai adalah hanya benda cagarbudaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b.

Pasal 7

(1) Pengalihan pemilikan atas benda cagar budaya tertentu yangdimiliki oleh warga negara Indonesia secara turun-temurun atau karena pewarisanhanya dapat dilakukan kepada Negara.

(2) Pengalihan pemilikan benda cagar budaya sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dapat disertai pemberian imbalan yang wajar.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengalihan dan pemberian imbalansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan PeraturanPemerintah.

Pasal 8

(1) Setiap pemilikan, pengalihan hak,dan pemindahan tempat bendacagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 wajibdidaftarkan.

(2) Ketentuan mengenai pendaftaran sebagaimana dimaksud dalamayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9

Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, yang benda cagar budayanyahilang dan/atau rusak wajib melaporkan peristiwa tersebut kepada Pemerintahdalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas)hari sejak di ketahuihilang atau rusaknya benda cagar budaya tersebut.

Bagian Kedua

Penemuan

Pasal 10

(1) Setiap orang yang menemukan atau mengetahui ditemukannyabenda cagar budaya atau benda yang diduga sebagai benda cagar budaya atau bendaberharga yang tidak diketahui pemiliknya, wajib melaporkannya kepada Pemerintahselambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak ditemukan atau mengetahuiditemukannya.

(2) Berdasarkan laporan tersebut, terhadap benda sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) segera dilakukan penelitian.

(3) Sejak diterimanya laporan dan selama dilakukannya prosespenelitian terhadap benda yang ditemukan diberikan perlindungan sebagai bendacagar budaya.

(4) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat(2), Pemerintah menentukan benda tersebut sebagai benda cagar budaya atau bukanbenda cagar budaya, dan menetapkan :

a. pemilikanoleh Negara dengan pemberian imbalan yang wajar kepada penemu;

b. pemilikan sebagian dari benda cagar budaya oleh penemuberdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf b;

c. penyerahan kembali kepada penemu, apabila terbukti bendatersebut bukan sebagai benda cagar budaya atau bukan sebagai benda berhargayang tidak diketahui pemiliknya;

d. pemilikan, penguasaan, dan pemanfaatannya sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila benda tersebutternyata merupakan benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat(3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

Pemerintah menetapkan lokasi penemuan benda cagar budaya atau benda yang diduga benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) sebagai situs dengan menetapkan batas-batasnya.

Bagian Ketiga
Pencarian

Pasal 12

(1) Setiap orang dilarang mencari benda cagar budaya atau bendaberharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyclaman,pengangkatan atau dengan cara pencarian lainnya, tanpa izin dari Pemerintah.

(2) Ketentuan mengenai pencarian benda cagar budaya atau bendaberharga yang tidak diketahui pemiliknya termasuk syarat-syarat dan tata caraperizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan PeraturanPemerintah.

BAB IV
PERLINDUNGAN DAN PEMELIHARAAN

Pasal 13

(1) Setiap orang yang memiliki atau menguasai benda cagar budayawajib melindungi dan memeliharanya.

(2) Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan dengan memperhatikan nilai sejarah dankeaslian bentuk serta pengamanannya.

Pasal 14

(1) Dalam hal orang yang memiliki atau menguasai benda cagarbudaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 tidak melaksanakan kewajibanmelindungi dan memelihara sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Pemerintahmemberikan teguran.

(2) Apabila dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejakdikeluarkan teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) upaya perlindungantetap tidak dilaksanakan olch pemilik atau yang menguasai benda cagar budaya,Pemerintah dapat mengambil alih kewajiban untuk melindungi benda cagar budayayang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Setiap orang dilarangmerusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya.

(2) Tanpa izin dari Pemerintahsetiap orang dilarang:

a. membawabenda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia;

b. memindahkanbenda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya;

c. mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagianmaupun seluruhnya, kecuali dalam keadaan darurat;

d. mengubahbentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya;

e. memisahkansebagian benda cagar budaya dari kesatuannya;

f. memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakanbenda cagar budaya.

(3) Pelaksanaan ketentuan dan perizinan sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

Pemerintah dapat menahan atau memerintahkan agar benda cagar budaya yangtelah dibawa atau dipindahkan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15ayat (2) dikembalikan ke tempat asal atas beban biaya orang yang membawa ataumemindahkannya.

Pasal 17

(1) Setiap kegiatan yang berkaitan dengan penetapan suatu lokasisebagai situs disertai dengan pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah yangbersangkutan.

(2) Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

BAB V
PENGELOLAAN

Pasal 18

(1) Pengelolaan benda cagarbudaya dan situs adalah tanggung jawab Pemerintah.

(2) Masyarakat, kelompok, atau perorangan berperanserta dalampengelolaan benda cagar budaya dan situs.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan benda cagar budayadan situs ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PEMANFAATAN

Pasal 19

(1) Benda cagar budaya tertentu dapat dimanfaatkan untukkepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan,dankebudayaan.

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapatdilakukan dengan cara atau apabila :

a. bertentangan dengan upaya perlindungan benda cagar budayasebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);

b. semata-matauntuk mencari keuntungan pribadi dan/atau golongan.

(3) Ketentuan tentang benda cagar budaya yang dapat dimanfaatkanuntuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan cara pemanfaatannyaditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan benda cagar budayaapabila pelaksanaannya ternyata berlangsung dalam keadaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 19 ayat (2).

Pasal 21

Benda cagar budaya yang pada saat ditemukan ternyata sudah tidakdimanfaatkan lagi seperti fungsi semula dilarang untuk dimanfaatkan kembali.

Pasal 22

(1) Benda cagar budaya bergerak atau benda cagar budaya tertentubaik yang dimiliki oleh Negara maupun perorangan dapat disimpan dan/ataudirawat di museum.

(2) Pemeliharaan benda cagar budaya yang disimpan dan/ataudirawat di museum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan denganPeraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Pemanfaatan benda cagar budaya dengan cara penggandaan wajibmendapatkan izin dari Pemerintah.

(2) Ketentuan mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalamayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 24

(1) Pemerintah melaksanakan pengawasan terhadap benda cagarbudaya beserta situs yang ditetapkan.

(2) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilaksanakan secara terpadu dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25

Atas dasar sifat benda cagar budaya, diadakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang mempunyai wewenang dan bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 26

Barangsiapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, memugar, atau memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 27

Barangsiapa dengan sengaja melakukan pencarian benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lainnya tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 28

a. tidak melakukan kewajiban mendaftarkan pemilikan, pengalihanhak, dan pemindahan tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);

b. tidak melakukan kewajiban melapor atas hilang dan/ataurusaknya benda cagar budaya tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;

c. tidak melakukan kewajiban melapor atas penemuan ataumengetahui ditemukannya benda cagar budaya atau benda yang diduga sebagai bendacagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimanadimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);

d. memanfaatkan kembali benda cagar budaya yang sudah tidakdimanfaatkan lagi seperti fungsi semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

e. memanfaatkan benda cagar budaya dengan cara penggandaantidak seizin Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 23; masing-masingdipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau dcndasetinggi-tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pasal 29

Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 adalah tindakpidana kejahatan dan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 adalahtindak pidana pelanggaran.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

(1) Pada saat mulai bertakunya Undang-undang ini setiap orangyang belum mendaftarkan benda cagar budaya tertentu sebagaimana diatur dalamUndang-undang ini, yang dimiliki atau dikuasainya wajib mendaftarkan kepadaPemerintah dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun terhitung sejaksaat mulai berlakunya undang-undang ini.

(2) Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturanperundang-undangan yang ada sebagai pelaksanaan Monumenten Ordonnantie Nomor 19Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238), sebagaimana telah diubah denganMonumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515),dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-undang iniatau belum diganti dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru sebagaipelaksanaan dari Undang-undang ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Monumenten Ordonnantie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238), sebagaimana telah diubah dengan Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515), dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 1992
MENTERI/SEKRETARISNEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 27

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1992
TENTANG
BENDA CAGAR BUDAYA

UMUM

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32menegaskan bahwa "Pemerintah memajukan kebudayaan nasionalIndonesia"serta penjelasannya antara lain menyatakan "Usahakebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengantidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapatmemperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggiderajat kemanusiaan bangsa Indonesia".

Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatNomor II/MPR 1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara menegaskanbahwa" kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa,harus dipelihara, dibina dan dikembangkan guna memperkuat penghayatan danpengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadianbangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional, memperkokoh jiwapersatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi perwujudancita-cita bangsa di masa depan".

Beranjak dari amanat ini maka Pemerintahberkewajiban untuk mengambil segala langkah dalam usaha memajukan kebudayaanbangsa.

Benda cagar budaya mempunyai arti pentingbagi kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk rasa kebanggaan nasional sertamemperkokoh kesadaran jatidiri bangsa. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajibanuntuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku melindungi bendacagar budaya sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Tidak semua bendapeninggalan sejarah mempunyai makna sebagai benda cagar budaya. Sejauhpeninggalan sejarah merupakan benda cagar budaya maka demi pelestarian budayabangsa, benda cagar budaya harus dilindungi dan di lestarikan; untuk keperluanini maka benda cagar budaya perlu dikuasai oleh Negara bagi pengamanannyasebagai milik bangsa.

Sebagian besar benda cagar budaya suatubangsa adalah hasil ciptaan bangsa itu pada masa lalu yang dapat menjadi sumberkebanggaan bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelestarian benda cagar budayaIndonesia merupakan ikhtiar untuk memupuk kebanggaan nasional dan memperkokohkesadaran jati diri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila. Kesadaranjatidiri suatu bangsa yang banyak dipengaruhi oleh pengetahuan tentang masalalu bangsa yang bersangkutan, sehingga keberadaan kebangsaan itu pada masakinidan dalam proyeksinya ke masa depan bertahan kepada ciri khasnya sebagai bangsayang tetap berpijak pada landasan falsafah dan budayanya sendiri.

Upaya melestarikan benda cagar budayadilaksanakan, selain untuk memupuk rasa kebanggaan nasional dan memperkokohkesadaran jati diri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila,juga untukkepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta pemanfaatan laindalam rangka kepentingan nasional.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atasdipandang perlu untuk melaksanakan tindakan penguasaan, pemilikan, penemuan,pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasanberdasarkan suatu peraturan perundang-undangan. Karena peraturan perundang-undanganyang berlaku sekarang sudah tidak sesuai dengan jiwa dan semangat tersebut diatas, maka disusunlah undang-undang tentang Benda Cagar Budaya ini.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 3470

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Penegasan mengenai lingkup ini diperlukanagar pengaturan Undang-undang ini juga dapat menjangkau masalah benda berhargayang tidak diketahui pemiliknya. Karena sifat dan hakikat benda berharga yangtidak diketahui pemiliknya dapat mendekati pengertian benda cagar budaya, makabenda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dimasukkan dalam pengaturanUndang-undang ini.

Dengan demikian :

a. Hal ihwal terutama dalam hal kegiatan pencarian, penemuan,atau pengangkatan tentang benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya yangkemudian ternyata merupakan benda cagar budaya ditundukkan sepenuhnya padaUndang-undang ini;

b. Dalam hal benda berharga yang tidak diketahui pemiliknyakemudian ternyata bukan merupakan benda cagar budaya ditundukkan pada peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4

Ayat (1)

Penguasaan oleh Negara mempunyai arti bahwa Negarapada tingkat tertinggi berhak menyelenggarakan pengaturan segala perbuatanhukum berkenaan dengan pelestarian benda cagar budaya. Pelestarian tersebutditujukan untuk kepentingan umum, yaitu pengaturan benda cagar budaya harusdapat menunjang pembangunan nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan,pariwisata, dan lain-lain.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Upaya pengembalian benda cagar budaya olehPemerintah dalam rangka penguasaan oleh Negara dilakukan oleh Menteri yangbertanggung jawab atas bidang kebudayaan.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan orang adalah perorangan ataubadan hukum/yayasan/perhimpunan/perkumpulan dan badan yang sejenis. Sekalipunbenda cagar budaya pada dasarnya dikuasai oleh Negara, tetapi setiap orang jugadapat memiliki dan menguasai benda cagar budaya tertentu, dalam artimelaksanakan pengelolaan, pengampuan, atau tindakan sejenis, dengan tetapmemperhatikan fungsi sosial dan pemanfaatannya bagi kepentingan pendidikan danilmu pengetahuan, serta pelestariannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Imbalan dapat berupa uang atau benda penggantiyang bermanfaat bagi pemilik. Ketentuan ini tidak berlaku apabila pengalihannyaberlangsung secara hibah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 9

Laporan sebagaimana dimaksud dalam pasalini wajib disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab atas perlindungandan pengawasan benda cagar budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, atauaparat pemerintah daerah yang terdekat.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas (lihat penjelasan Pasal 9)

Ayat (2)

Penelitian dilakukan oleh instansi yang ditunjukoleh Menteri yang bertanggung jawab atas bidang kebudayaan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapatdilakukan secara tertulis, atau secara lisan yang dicatat dalam buku kunjungan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan lingkungan adalah kawasan disekitar atau di sekeliling benda cagar budaya dan situs, yang diperlukan bagiperlindungan, pelestarian, dan pemanfaatannya.

Ayat (2)

Butir a

Cukup jelas

Butir b

Yang dimaksud dengan daerah dalam butir ini adalahKabupaten/Kotamadya/Daerah Tingkat II di Wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

Butir c

Yang dimaksud dengan dalam keadaan darurat dalambutir ini adalah kondisi yang dapat mengancam benda cagar budaya, sepertikebakaran, bencana alam, atau peristiwa lainnya.

Butir d

Cukup jelas

Butir e

Cukup jelas

Butir f

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas
baca selengkapnya - UU Cagar Budaya

PP Pendaftaran Tanah

PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH........

Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 24 TAHUN 1997 (24/1997)

Tanggal: 8 JULI 1997 (JAKARTA)

Sumber: LN NO. 1997/59; TLN NO. 3696

Tentang: PENDAFTARAN TANAH



PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan;

b. bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan;

c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat(2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 juncto Vendu Instructie Staatsblad 1908 Nomor 190;

3. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="60uu005">5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

4. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="85uu016">16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318);

5. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="96UU004.DOC">4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);

6. Peraturan Pemerintah Nomor REFR DOCNM="77pp028">28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3107);

7. Peraturan Pemerintah Nomor REFR DOCNM="88pp004">4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara nomor 3372);



MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDAFTARAN TANAH.



BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

2. Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.

3. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.

4. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

5. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA.

6. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.

7. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

8. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.

9. Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.

10. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.

11. pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.

12. Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.

13. Titik dasar teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.

14. Peta dasar pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik bidang dasar teknik dan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang tanah.

15. Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.

16. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.

17. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.

18. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu.

19. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran yang sudah ada haknya.

20. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

21. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang agraria/pertanahan.

22. Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan.

23. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.

24. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.

BAB II

AZAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

Pasal 3

Pendaftaran tanah bertujuan:

a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Pasal 4

(1) Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan hak atas tanah.

(2) Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 haruf b data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum.

(3) Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

BAB III

POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH

Bagian Kesatu

Penyelenggara Dan Pelaksana Pendaftaran Tanah

Pasal 5

Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Pasal 6

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain.

(2) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 7

(1) PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

(2) Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara.

(3) Peraturan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

Pasal 8

(1) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Susunan Panitian Ajudikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. seorang Ketua Panitia, merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional;

b. beberapa orang anggota yang terdiri dari:

1) seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah;

2) seorang pegawai Badan pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah;

3) Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjuknya.

(3) Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan.

(4) Dalam melaksanakan tugasnya Panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas administrasi yang tugas, susunan dan kegiatannya diatur oleh Menteri.

(5) Tugas dan wewenang Ketua dan anggota Panitia Ajudikasi diatur oleh Menteri.

Bagian Kedua

Obyek Pendaftaran Tanah

Pasal 9

(1) Obyek pendaftaran tanah meliputi:

a. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. tanah hak pengelolaan;

c. tanah wakaf;

d. hak milik atas satuan rumah susun;

e. hak tanggungan;

f. tanah Negara.

(2) Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.

Bagian Ketiga

Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah

Pasal 10

(1) Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan.

(2) Khusus untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah Kabupaten/Kotamadya.

Bagian Keempat

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pasal 11

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Pasal 12

(1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

a. pengumpulan dan pengolahan data fisik;

b. pembuktian hak dan pembukuannya;

c. penerbitan sertifikat;

d. penyajian data fisik dan data yuridis;

e. penyimpanan daftar umum dan dokumen.

(2) Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:

a. pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;

b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.



BAB IV

PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI

Bagian Kesatu

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

Pasal 13

(1) Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.

(2) Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.

(4) Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.

Bagian Kedua

Pengumpulan Dan Pengolahan Data Fisik

Paragraf 1

Pengukuran Dan Pemetaan

Pasal 14

(1) Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan.

(2) Kegiatan pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pembuatan peta dasar pendaftaran;

b. penetapan batas bidang-bidang tanah;

c. pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;

d. pembuatan daftar tanah;

e. pembuatan surat ukur.



Paragraf 2

Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran

Pasal 15

(1) Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran.

(2) Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik oleh Badan Pertanahan nasional diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran untuk keperluan pendaftaran tanah secara sporadik.

Pasal 16

(1) Untuk keperluan pembuatan peta dasar pendaftaran Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik nasional di setiap Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.



(2) Pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikatkan dengan titik-titik dasar teknik nasional sebagai kerangka dasarnya.

(3) Jika di suatu daerah tidak ada atau belum ada titik-titik dasar teknik nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam melaksanakan pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dapat digunakan titik dasar lokal teknik yang bersifat sementara, yang kemudian diikatkan dengan titik dasar teknik nasional.

(4) Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi dasar untuk pembuatan peta pendaftaran.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan pemetaan titik dasar teknik nasional dan pembuatan peta dasar pendaftaran ditetapkan oleh Menteri.

Paragraf 3

Penetapan Batas Bidang-bidang Tanah

Pasal 17

(1) Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.

(2) Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepengingan.

(3) Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

(4) Bentuk, ukuran, dan teknik penempatan tanda batas ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 18

(1) Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.

(2) Penetapan batas bidang tanah yang akan diberikan dengan hak baru dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau atas penunjukan instansi yang berwenang.

(3) Dalam menetapkan batas-batas bidang tanah Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan surat ukur atau gambar situasi yang bersangkutan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh mereka yang memberikan persetujuan.

(5) Bentuk berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 19

(1) Jika dalam penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan, pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan.

(2) Jika pada waktu yang telah ditentukan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau para pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak hadir setelah dilakukan pemanggilan, pengukuran bidang tanahnya, untuk sementara dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik membuat berita acara mengenai dilakukannya pengukuran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk mengenai belum diperolehnya kesekapatan batas atau ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

(4) Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibubuhkan catatan atau tanda yang menunjukkan bahwa batas-batas bidang tanah tersebut baru merupakan batas-batas sementara.

(5) Dalam hal telah diperoleh kesepakatan melalui musyawarah mengenai batas-batas yang dimaksudkan atau diperoleh kepastiannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diadakan penyesuaian terhadap data yang ada pada peta pendaftaran yang bersangkutan.

Paragraf 4

Pengukuran Dan Pemetaan Bidang-bidang Tanah Dan

Pembuatan Peta Pendaftaran

Pasal 20

(1) Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran.

(2) Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara sporadik belum ada peta dasar pendaftaran, dapat digunakan peta lain, sepanjang peta tersebut memenuhi syarat untuk pembuatan peta pendaftaran.

(3) Jika dalam wilayah dimaksud belum tersedia peta dasar pendaftaran maupun peta lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembuatan peta dasar pendaftaran dilakukan bersamaan dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran ditetapkan oleh Menteri.

Paragraf 5

Pembuatan Daftar Tanah

Pasal 21

(1) Bidang atau bidang-bidang yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah.

(2) Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan daftar tanah diatur oleh Menteri.



Paragraf 6

Pembuatan Surat Ukur

Pasal 22

(1) Bagi bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c sudah diatur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya.

(2) Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah secara sporadik yang belum tersedia peta pendaftaran, surat ukur dibuat dari hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

(3) Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan surat ukur ditetapkan oleh Menteri.



Bagian Ketiga

Pembuktian Hak Dan Pembukuannya

Paragraf 1

Pembuktian Hak Baru

Pasal 23

Untuk keperluan pendaftaran hak:

a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan:

1) penetapan pemberian hak dari Pajabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan;

2) asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik;

b. hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang;

c. tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;

d. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;

e. pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.

Paragraf 2

Pembuktian Hak Lama

Pasal 24

(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan-pendahulunya, dengan syarat:

a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Pasal 25

(1) Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

(2) Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 26

(1) Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara spordik serta di tempat lain yang dianggap perlu.

(3) Selain pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik individual, pengumuman dapat dilakukan melalui media massa.

(4) Ketenttuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Jika dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.

(2) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membawa hasil, dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksudkan mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan.

(3) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan atau tidak membawa hasil, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik memberitahukan secara tetulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan ke Pengadilan.

Pasal 28

(1) Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) berakhir, data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik disahkan dengan suatu berita acara yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri.

(2) Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) masih ada kekurangkelengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.

(3) Berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk :

a. pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah;

b. pengakuan hak atas tanah;

c. pemberian hak atas tanah.

Paragraf 3

Pembukuan Hak

Pasal 29

(1) hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukanya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.

(2) Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah di daftar menurut Peraturan Pemerintah ini.

(3) Pembukuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 23 dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

Pasal 30

(1) Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) hak atas bidang tanah:

a. yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang disengketakan, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1);

b. yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap;

c. yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan tetapi tidak diajukan gugatan ke Pengadilan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut dan kepada pihak yang keberatan diberitahukan oleh Kepala Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah secara sporadik untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data yang disengketakan dalam waktu 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut;

d. yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan gugatan ke Pengadilan tetapi tidak ada perintah dari Pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari Pengadilan, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan;

e. yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke Pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari Pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat di dalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut.

(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihapus apabila:

a. telah diserahkan tambahan alat pembuktian yang diperlukan; atau

b. telah lewat waktu 5 (lima) tahun tanpa ada yang mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data yang dibukukan.

(3) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihapus apabila:

a. telah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang bersengketa; atau

b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

c. setelah dalam waktu 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sitematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik sejak disampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak diajukan gugatan mengenai sengketa tersebut ke Pengadilan.

(4) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dihapus apabila:

a. telah dicapai penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang bersengketa; atau

b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(5) Penyelesaian pengisian buku tanah dan penghapusan catatan adanya sita atau perintah status quo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan apabila:

a. setelah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang bersengketa; atau

b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan pencabutan sita atau status quo dari Pengadilan.

Bagian Keempat

Penerbitan Sertifikat

Pasal 31

(1) Sertipikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).

(2) Jika di dalam buku tanah terdapat catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b yang menyangkut data yuridis, atau catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c, d dan e yang menyangkut data fisik maupun data yuridis penerbitan sertipikat ditangguhkan sampai catatan yang bersangkutan dihapus.

(3) Sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.

(4) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susu kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertipikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.

(5) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan sertipikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada tiap pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.

(6) Bentuk, isi, cara pengisian dan penandatanganan sertifikat ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 32

(1) Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

Bagian Kelima

Penyajian Data Fisik Dan Data Yuridis

Pasal 33

(1) Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.

(2) Bentuk, cara pengisian, penyimpanan, pemeliharaan, dan penggantian peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 34

(1) Setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah.

(2) Data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi Pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.

(3) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh keterangan mengenai data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keenam

Penyimpanan Daftar Umum Dan Dokumen

Pasal 35

(1) Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar umum.

(2) Peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama dan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap berada di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Dengan izin tetulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada instani lain yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya.

(4) Atas perintah Pengadilan yang sedang mengadili suatu perkara, asli dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau Pejabat yang ditunjuk ke sidang Pengadilan tersebut untuk diperlihatkan kepada Majelis Hakim dan para pihak yang bersangkutan.

(5) Secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan elektronik dan mikrofilm.

(6) Rekaman dokumen yang dihasilkan alat elektronik atau mikrofilm sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai kekuatan pembuktian sesudah ditandatangani dan dibubuhui cap dinas oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan.

(7) Bentuk, cara penyimpanan, penyajian dan penghapusan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), demikian juga cara penyimpanan dan penyajian data pendaftaran tanah dengan alat elektronik dan mikrofilm sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri.

BAB V

PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 36

(1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.

(2) Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan.

Bagian Kedua

Pendaftaran Peralihan Dan Pembebanan Hak

Paragraf 1

Pemindahan Hak

Pasal 37

(1) Pendirian hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam peusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang yang bersangkutan.

Pasal 38

(1) Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri oleh para pihak yang melakukan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.

(2) Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT diatur oleh Menteri.

Pasal 39

(1) PPAT menolak untuk membuat akta, jika:

a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:

1) surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan

2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

c. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; atau

d. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau

e. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

f. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau

g. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

(2) Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.

Pasal 40

(1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatkannya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar.

(2) PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak yang bersangkutan.

Paragraf 2

Pemindahan Hak Dengan Lelang

Pasal 41

(1) Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.

(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum suatu bidang tanah atau satuan rumah susun dilelang baik dalam rangka lelang eksekusi maupun lelang non eksekusi, Kepala Kantor Lelang wajib meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada Kantor Pertanahan mengenai bidang tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang.

(3) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan dari Kepala Kantor Lelang.

(4) Kepala Kantor Lelang menolak melaksanakan lelang, apabila:

a. mengenai tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun:

1) kepadanya tidak diserahkan sertipikat asli hak yang bersangkutan, kecuali dalam hal lelang eksekusi yang dapat tetap dilaksanakan walaupun sertipikat asli hak tersebut tidak diperoleh oleh Pejabat Lelang dari pemegang haknya; atau

2) sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:

1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan

2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

c. ada perintah Pengadilan Negeri untuk tidak melaksanakan lelang berhubung dengan sengketa mengenai tanah yang bersangkutan.

(5) Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan:

a. kutipan risalah lelang yang bersangkutan;

b. 1) sertipikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdaftar; atau

2) dalam hal sertipikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertipikat tersebut; atau

3) jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Pasal ini;

c. bukti identitas pembeli lelang;

d. bukti pelunasan pembelian.

Paragraf 3

Peralihan Hak Karena Pewarisan

Pasal 42

(1) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersnagkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.

(2) Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b.

(3) Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.

(5) Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut.

Paragraf 4

Peralihan Hak Karena Penggabungan Atau Peleburan

Perseroan Atau Koperasi

Pasal 43

(1) Peralihan hak atas tanah, hak pengelolaan, atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

Paragraf 5

Pembebasan Hak

Pasal 44

(1) Pembebasan hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebasan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 berlaku juga untuk pembuatan akta PPAT yang dimaksud pada ayat (1).





Paragraf 6

Penolakan Pendaftaran Peralihan Dan Pembebasan Hak

Pasal 45

(1) Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi:

a. sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;

b. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);

c. dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebasan hak yang bersangkutan tidak lengkap;

d. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan;

e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;

f. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

g. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.

(2) Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan menyebut alasan-alasan penolakan itu.

(3) Surat penolakan disampaikan kepada yang berkepentingan, disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan salinan kepada PPAT atau Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan.



Paragraf 7

Lain-lain

Pasal 46

Ketentuan lebih lanjut diperlukan bagi pelaksanaan pendaftaran peralihan dan pembebasan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Ketiga

Pendaftaran Perubahan Data Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 1

Perpanjangan Jangka Waktu Hak Atas Tanah

Pasal 47

Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan berdasarkan keputusan Pejabat yang berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan.

Paragraf 2

Pemecahan, Pemisahan Dan Penggabungan Bidang Tanah

Pasal 48

(1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.

(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk tiap bidang dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertipikat asalnya.

(3) Jika hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, dan atau beban-beban lain yang terdaftar, pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baru boleh dilaksanakan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.

(4) Dalam pelaksanaan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai tanah pertanian, wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 49

(1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dari satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipisahkan sebagian atau beberapa bagian, yang selanjutnya merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.



(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang baru yang dipisahkan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat sebagai satuan bidang tanah baru dan pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan sertipikat bidang tanah semula dibubuhkan cacatan mengenai telah diadakannya pemisahan tersebut.

(3) Terhadap pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dan ayat (4).

Pasal 50

(1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dua bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar dan letaknya berbatasan yang kesemuanya atas nama pemilik yang sama dapat digabung menjadi satu satuan bidang baru, jika semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang sama.

(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang yang baru tersebut dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan menghapus surat ukur, buku tanah dan sertipikat masing-masing.

(3) Terhadap penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3).

Paragraf 3

Pembagian Hak Bersama

Pasal 51

(1) Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 berlaku juga untuk pembuatan akta PPAT yang dimaksud pada ayat (1).

Paragraf 4

Hapusnya Hak Atas Tanah Dan

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Pasal 52

(1) Pendaftaran hapusnya suatu hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan catatan pada buku tanah dan surat ukur serta memusnahkan sertipikat hak yang bersangkutan, berdasarkan:

a. data dalam buku tanah yang disimpan di Kantor Pertanahan, jika mengenai hak-hak dibatasi masa berlakunya;

b. salinan surat keputusan Pejabat yang berwenang, bahwa hak yang bersangkutan telah dibatalkan atau dicabut;

c. akta yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah dilepaskan oleh pemegang haknya.

(2) Dalam hal sertipikat hak atas tanah yang dihapus tidak diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan.

Paragraf 5

Peralihan Dan Hapusnya Tanggungan

Pasal 53

Pendaftaran peralihan hak tanggungan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah serta sertipikat hak tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah serta sertipikat hak yang dibebani berdasarkan surat tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin karena cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta peleburan perseroan.

Pasal 54

(1) Pendaftaran hapusnya hak tanggungan dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah.

(2) Dalam hal hak yang dibebani hak tanggungan telah dilelang dalam rangka pelunasan utang, maka surat pernyataan dari kantor bahwa pihaknya melepaskan hak tanggungan atas hak yang dilelang tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil lelang beserta kutipan risalah lelang dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran hapusnya hak tanggungan yang bersangkutan.

Paragraf 6

Perubahan Data Pendaftaran Tanah Berdasarkan

Putusan Atau Penetapan Pengadilan

Pasal 55

(1) Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada sertipikatnya dan daftar-daftar lainnya.

(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan juga atas permintaan pihak yang berkepentingan, berdasarkan salinan resmi putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan olehnya kepada Kepala Kantor Pertanahan.

(3) Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan setelah diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak yang bersangkutan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)

Paragraf 7

Perubahan Nama

Pasal 56

Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya di dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti mengenai ganti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB VI

PENERBITAN SERTIPIKAT PENGGANTI

Pasal 57

(1) Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti sertipikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blanko sertipikat yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi.

(2) Permohonan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat (1), atau surat sebagaimana dimaksud Pasal 53, atau kuasanya.

(3) Dalam hal pemegang hak atau penerima hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah meninggal dunia, permohonan sertipikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris.

(4) Penggantian sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada buku tanah yang bersangkutan.

Pasal 58

Dalam hal Penggantian sertipikat karena rusak atau pembaharuan blanko sertipikat, sertipikat yang lama ditahan dan dimusnahkan.

Pasal 59

(1) Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan.

(2) Penerbitan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.

(3) Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertipikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan sertipikat baru.

(4) Jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka ia menolak menerbitkan sertipikat pengganti.

(5) Mengenai dilakukannya pengumuman dan penerbitan serta penolakan penerbitan sertipikat baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan.

(6) Sertipikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya sertipikat tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimanya.

(7) Untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat pengumuman yang lain daripada yang ditentukan pada ayat (2).

Pasal 60

(1) Penggantian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat tersebut kepada pemenang lelang.

(2) Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan telah ditertibkannya sertipikat pengganti untuk hak atas tanah atau milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak berlakunya lagi sertipikat yang lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.

BAB VII

BIAYA PENDAFTARAN TANAH

Pasal 61

(1) Besarnya dan cara pembayaran biaya-biaya dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

(2) Atas permohonan yang bersangkutan, Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat membebaskan pemohon dari sebagian atau seluruh biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika pemohon dapat membuktikan tidak mampu membayar biaya tersebut.

(3) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran.

(4) Tata cara untuk memperoleh pembebasan atas biaya pendaftaran tanah diatur oleh Menteri.

BAB VIII

SANKSI

Pasal 62

PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut.

Pasal 63

Kepala Kantor Pertanahan yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya serta ketentuan-ketentuan lain dalam pelaksanaan tugas kegiatan pendaftaran tanah dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

(1) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah ada masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

(2) Hak-hak yang didaftar serta hal-hal lain yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 66

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 3 (tiga) bulan sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juli 1997

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juli 1997

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

ttd.

MOERDIONO



PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 1997

TENTANG

PENDAFTARAN TANAH

UMUM

Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggarannya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasinya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahan.

Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dimaksud di atas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.

Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut selama lebih dari 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah didaftar. Dalam pada itu, melalui pewarisan, pemisahan dan pemberian-pemberian hak baru, jumlah bidang tanah yang memenuhi syarat untuk didaftar untuk selama Pembangunan Jangka Panjang Kedua diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 75 juta. Hal-hal yang merupakan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, disamping kekurangan anggaran, alat dan tenaga, adalah keadaan obyektif tanah-tanahnya sendiri yang selain jumlahnya besar dan tersebar di wilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak didukung oleh alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya. Selain itu ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih memuaskan. Sehubungan dengan itu maka dalam rangka meningkatkan dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional dengan memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan, dipandang perlu untuk mengadakan penyempurnaan pada ketentuan yang mengatur pendaftaran tanah, yang pada kenyataannya tersebar pada banyak peraturan perundangan-undangan.

Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA. Pendaftaran tanah juga tetap dilaksanakan melalui dua cara, yaitu pertama-tama secara sistematik yang meliputi wilayah satu desa atau kelurahan atau sebagiannya yang terutama dilakukan atas prakarsa Pemerintah dan secara sporadik, yaitu pendaftaran mengenai bidang-bidang tanah atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara individual atau massal.

Penyempurnaan yang diadakan meliputi penegasan berbagai hal yang belum jelas dalam peraturan yang lama, antara lain pengertian pendaftaran tanah itu sendiri, azas-azas dan tujuan penyelenggaraannya, yang disamping untuk memberi kepastian hukum sebagaimana disebut di atas juga dimaksudkan untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan. Prosedur pengumpulan data penguasaan tanah juga dipertegas dan dipersingkat serta disederhanakan. Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan tanah faktor kepastian letak dan batas setiap bidang tanah tidak dapat diabaikan. Dari pengalaman masa lalu cukup banyak sengketa tanah yang timbul sebagai akibat letak dan batas bidang-bidang tanah tidak benar. Karena itu masalah pengukuran dan pemetaan serta penyediaan peta berskala besar untuk keperluan penyelenggaraan pendaftaran tanah merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan bagian yang penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dan seksama, bukan hanya dalam rangka pengumpulan data penguasaan tanah tetapi juga dalam penyajian data penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan data tersebut. Perkembangan teknologi pengukuran dan pemetaan, seperti cara penentuan titik melalui Global Positioning System (GPS) dan komputerisasi pengolahan, penyajian dan penyimpanan data, pelaksanaan pengukuran dan pemetaan dapat dipakai di dalam pendaftaran tanah. Untuk mempercepat pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang harus didaftar penggunaan teknologi modern, seperti Global Positioning System (GPS) dan komputerisasi pengolahan dan penyimpanan data perlu dimungkinkan yang pengaturannya diserahkan kepada Menteri.

Di samping pendaftaran tanah secara sistematik pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara individu dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan, yang akan makin meningkat kegiatannya. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan karena melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar dari pada melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Tetapi karena prakarsanya datang dari Pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga dan peralatan yang diperlukan. Maka pelaksanaanya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi jangka waktu yang agak panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji kelayakan agar berjalan lancar.

Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah yang demikian belum dikeluarkan sertipakat sebagai tanda bukti haknya.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yanag kuat oleh UUPA. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam pembuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini), dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapatkan persetujuannya (Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini).

Dengan demikian maka makna dari pernyataan, bahwa sertipikat merupakan alat pembuktian yang kuat dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya, sungguhpun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif.

Ketentuan tersebut tidak mengurangi asas pemberian perlindungan yang seimbang baik kepada pihak yang mempunyai tanah dan dikuasai serta digunakan sebagaimana mestinya maupun kepada pihak yang memperoleh dan menguasainya dengan itikad baik dan dikuatkan dengan pendaftaran tanah yang bersangkutan atas namanya.

Sengketa-sengketa dalam menyelenggarakan pendaftaran tanah tetap pertama-tama diusahakan untuk diselesaikan melalui musyawarah antara pihak yang bersangkutan. Baru setelah usaha penyelesaian secara damai tidak membawa hasil, dipersilahkan yang bersangkutan menyelesaikannya melalui Pengadilan.

Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini.

Tidak adanya sanksi bagi pihak yang berkepentingan untuk mendaftarkan perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilakukan dan dibuktikan dengan akta PPAT, diatasi dengan diadakannya ketentuan, bahwa PPAT dalam waktu tertentu diwajibkan menyampaikan akta tanah yang dibuatnya beserta dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftarannya. Ketentuan ini diperlukan mengingat dalam praktek tidak selalu berkas yang bersangkutan sampai kepada Kantor Pertanahan.

Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah, bahwa Peraturan Pemerintah yang baru mengenai pendaftaran tanah ini disamping tetap melaksanakan pokok-pokok yang digariskan oleh UUPA, memuat penyempurnaan dan penegasan yang diharapkan akan mampu untuk menjadi landasan hukum dan operasional bagi pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih cepat.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Azas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. Sedangkan azas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

Azas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.

Azas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubhan yang terjadi di kemudahan hari.

Azas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula azas terbuka.

Pasal 3

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA.

Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Pejabat lain, adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan lain sebagainya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu adalah misalnya pembuatan akta PPAT oleh PPAT atau PPAT Sementara, pembuatan risalah lelang oleh Pejabat Lelang, ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik oleh Panitia Ajudikasi dan lain sebagainya.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak ada PPAT untuk melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah. Yang ditunjuk sebagai PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan, yaitu Kepala Desa.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Mengingat pendaftaran tanah secara sistematik pada umumnya bersifat massal dan besar-besaran, maka untuk melaksanakannya Kepala Kantor Pertanahan perlu dibantu oleh Panitia yang khusus dibentuk untuk itu, sehingga dengan demikian tugas rutin Kantor Pertanahan tidak terganggu.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan dimasukkannya Tetua Adat yang mengetahui benar riwayat/kepemilikan bidang-bidang tanah setempat dalam Panitia Ajudikasi, khususnya di daerah yang hukum adatnya masih kuat.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak ditertibkan sertipikat.

Pasal 10

Ayat (1)

Desa dan kelurahan adalah satuan wilayah pemerintahan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

Ayat (2)

Areal hak guna usaha, hak pengelolaan dan tanah Negara umumnya meliputi beberapa desa/kelurahan. Demikian juga obyek hak tanggungan dapat meliputi beberapa bidang tanah yang terletak di beberapa desa/kelurahan.

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Karena pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah, maka kegiatan tersebut didasarkan pada suatu rencara kerja yang ditetapkan oleh Menteri.

Ayat (3)

Cukup jelas



Ayat (4)

Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pihak yang berhak atas bidang tanah yang bersangkutan atau kuasanya.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Di dalam wilayah yang ditetapkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik mungkin ada bidang tanah yang sudah terdaftar. Penyediaan peta dasar pendaftaran untuk pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik yang dimaksud pada ayat ini, selain digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, juga digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar di atas.

Ayat (2)

Dengan adanya peta dasar pendaftaran bidang tanah yang didaftar dalam pendaftaran tanah secara sporadik dapat diketahui letaknya dalam kaitan dengan bidang-bidang tanah lain dalam suatu wilayah, sehingga dapat dihindarkan terjadinya sertipikat ganda atas satu bidang tanah.

Pasal 16

Ayat (1)

Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat direkonstruksi di lapangan setiap saat. Untuk maksud tersebut diperlukan titik-titik dasar teknik nasional.

Ayat (2)

Titik dasar teknik adalah titik tetap yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol ataupun titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.

Ayat (3)

Lihat penjelasan ayat (2).

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam kenyataannya banyak bidang tanah yang bentuknya kurang baik, dengan dilakukannya penataan batas dimaksudkan agar bentuk bidang-bidang tanah tersebut tertata dengan baik.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Gambar situasi yang dimaksud Pasal ini adalah dokumen penunjuk obyek suatu hak atas tanah menurut ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, yaitu yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

Yang dimaksud dengan pemegang hak atas tanah dalam ayat ini adalah orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah menurut UUPA, baik yang sudah bersertipikat maupun yang belum bersertipikat.

Ayat (2)

Yang dimaksud hak baru adalah hak atas tanah yang diberikan atas tanah Negara.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan adalah misalnya tembok atau tanda-tanda lain yang menunjukkan batas penguasaan tanah oleh orang yang bersangkutan. Apabila ada tanda-tanda semacam ini maka persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak mutlak diperlukan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini berlaku juga, jika pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau mereka yang mempunyai tanah yang berbatasan, biarpun sudah disampaikan pemberitahuan sebelumnya, tidak hadir pada waktu diadakan pengukuran.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan gambar ukur adalah hasil pengukuran dan pemetaan di lapangan berupa peta batas bidang atau bidang-bidang tanah secara kasar

Catatan pada gambar ukur didasarkan pada berita acara pengukuran sementara.

Ayat (5)

Cukup jelas



Pasal 20

Ayat (1)

Pemetaan bidang-bidang tanah bisa dilakukan langsung pada peta dasar pendaftaran, tetapi untuk bidang tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara membuat peta tersendiri dengan menggunakan data yang diambil dari peta dasar pendaftaran dan hasil ukuran batas bidang tanah yang akan dipetakan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan peta lain adalah misalnya peta dari instansi Pekerjaan Umum atau instansi Pajak, sepanjang peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk pembuatan peta pendaftaran.

Ayat (3)

Dalam keadaan terpaksa pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersama dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan dan bidang-bidang sekelilingnya yang berbatasan, sehingga letak relatif bidang tanah itu dapat ditentukan.

Ayat (4)

Pengaturan oleh Menteri menurut ayat ini meliputi pengaturan mengenai licensed surveyor.

Pasal 21

Ayat (1)

Daftar tanah dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai nomor bidang, lokasi dan penunjukan ke nomor surat ukur bidang-bidang tanah yang ada di wilayah pendaftaran, baik sebagai hasil pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya kemudian.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam peraturan pendaftaran tanah yang lama surat ukur yang dimaksud ayat ini disebut gambar situasi.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 23

Huruf a

Penetapan Pejabat yang berwenang mengenai pemberian hak atas tanah Negara dapat dikeluarkan secara individual, kolektif ataupun secara umum.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan Akta Ikrar Wakaf adalah Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

Ketentuan mengenai pembukuan wakaf ditinjau dari sudut obyeknya pembukuan tersebut merupakan pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang bersangkutan sebelumnya sudah didaftar sebagai tanah hak milik.

Huruf d

Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak pemilikan individual atas suatu satuan rumah susun tertentu, yang meliputi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hak bersama atas apa yang disebut bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, tempat bangunan rumah susun itu didirikan. Pembukuan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan berdasarkan Akta Pemisahan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang mana yang dimiliki dan berapa bagian proporsional pemiliknya atas benda-benda yang dihaki bersama tersebut.

Yang dimaksud dengan Akta Pemisahan adalah Akta Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah susun.

Pembukuannya merupakan pendaftaran untuk pertama kali, biarpun hak atas tanah tempat bangunan gedung yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.

Huruf e

Yang dimaksud dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta Pemberian Hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Pasal 24

Ayat (1)

Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.

Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa:

a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau

b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau

c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau

d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau

e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau

f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau

g. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau

h. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau

i. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau

j. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau

k. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kerikil dan Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau

l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau

m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian pemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.

Ayat (2)

Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.

Pembukuan hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikat baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;

c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;

e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;

f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Yang diumumkan pada dasarnya adalah data fisik dan data yuridis yang akan dijadikan dasar pendaftaran bidang tanah yang bersangkutan.

Untuk memudahkan pelaksanaannya, dalam pendaftaran tanah secara sistematik pengumuman tidak harus dilakukan sekaligus mengenai semua bidang tanah dalam wilayah yang telah ditetapkan, tetapi dapat dilaksanakan secara bertahap.

Pengumuman pendaftaran tanah secara sistematik selama 30 (tiga puluh) hari dan pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik 60 (enam puluh) hari dibedakan karena pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran tanah secara massal yang diketahui oleh masyarakat umum sehingga pengumumannya lebih singkat, sedangkan pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik sifatnya individual dengan ruang lingkup terbatas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tempat pengumuman yang lain adalah misalnya Kantor Rukun Warga, atau lokasi tanah yang bersangkutan. Untuk penentuan ini Menteri akan mengaturnya lebih lanjut.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas



Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Belum lengkapnya data yang tersedia atau masih adanya keberatan yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), bukan merupakan alasan untuk menunda dilakukannya pembuatan berita secara hasil pengumuman data fisik dan data yuridis.

Ayat (3)

Pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan pengesahan data fisik dan data yuridis bidang tanah sebagaimana adanya. Oleh karena itu data tersebut tidak selalu cukup untuk dasar pembukuan hak. Kadang-kadang data yang diperoleh hanya tepat untuk pembukuan hak melalui pengakuan hak berdasarkan pembuktian menurut Pasal 24 ayat (2). Kadang-kadang dari penelitian riwayat tanah ternyata bahwa bidang tanah tersebut adalah tanah Negara, yang apabila sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat diberikan kepada pemohon dengan sesuatu hak atas tanah.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Huruf a

Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk mengumpulkan dan menyajikan informasi mengenai bidang-bidang tanah. Oleh karena itu data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang sudah dinilai cukup untuk dibukukan tetap dibukukan walaupun ada data yang masih harus dilengkapi atau ada keberatan dari pihak lain mengenai data itu. Dengan demikian setiap data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah itu, termasuk adanya sengketa mengenai data itu, semuanya tercatat.

Huruf b

Ketidaklengkapan data yang dimaksud pada huruf b dapat mengenai data fisik, misalnya kerena surat ukurnya masih didasarkan atas batas sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), dan dapat pula mengenai data yuridis, misalnya belum lengkapnya tanda tangan ahli waris.

Huruf c, d dan e

Sengketa yang dimaksud pada huruf c, d, dan e juga dapat mengenai data fisik maupun data yuridis.

Dalam hal sengketa tersebut sudah diajukan ke Pengadilan dan ada perintah untuk status quo atau ada putusan mengenai sita atas tanah itu, maka pencantuman nama pemegang hak dalam buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas tanah tersebut, baik melalui putusan Pengadilan maupun berdasarkan cara damai. Perintah status quo yang dimaksud disini haruslah resmi dan tertulis dan sesudah sidang pemeriksaan mengenai gugatan yang bersangkutan berjalan diperkuat dengan putusan peletakan sita atas tanah yang bersangkutan.

Ayat (2)

Waktu 5 (lima) tahun dipandang cukup untuk menganggap bahwa data fisik maupun data yuridis yang kurang lengkap pembuktiannya itu sudah benar adanya.

Ayat (3)

Penyelesaian secara damai dapat terjadi di luar maupun di dalam Pengadilan.

Apabila dalam waktu yang ditentukan pihak yang berkeberatan atas data fisik maupun data yuridis yang akan dibukukan tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai hal yang disengketakan itu, keberatannya dianggap tidak beralasan dan catatan mengenai adanya keberatan itu dihapus.

Apabila dalam waktu ditentukan keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan, catatan itu dihapus setelah ada penyelesaian secara damai atau putusan Pengadilan mengenai sengketa tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penerbitan Sertipikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Oleh karena itu sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA. Sehubungan dengan itu apabila masih ada ketidakpastian mengenai hak atas tanah yang bersangkutan, yang ternyata dari masih adanya catatan dalam pembukuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), pada prinsipnya sertipikat belum dapat diterbitkan. Namun apabila catatan itu mengenai ketidaklengkapan data fisik yang tidak disengketakan, sertipikat dapat diterbitkan.

Ayat (3)

Sertipikat tanah wakaf diserahkan kepada Nadzirnya.

Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertipikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain.

Ayat (4)

Dalam hal hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan seorang laki-laki yang beristeri atau seorang perempuan yang bersuami, surat penunjukan tertulis termaksud tidak diperlukan.

Ayat (5)

Dengan adanya ketentuan ini tiap pemegang hak bersama memegang sertipikat yang menyebutkan besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.

Dengan demikian masing-masing akan dengan mudah dapat melakukan perbuatan hukum mengenai bagian haknya yang bersangkutan tanpa perlu mengadakan perubahan pada surat tanda bukti hak para pemegang hak bersama yang bersangkutan, kecuali kalau secara tegas ada larangan untuk berbuat demikian jika tidak ada persetujuan para pemegang hak bersama yang lain.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Sertipikat merupakan tanda bukti yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut.

Ayat (2)

Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem prublikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara, melainkan menggunakan sistem publikasi negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Tetapi walupun demikian tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi Negatif secara murni. Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat. Selain itu dari ketentuan-ketentuan mengenai prosedur pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyajian data fisik dan data yuridis serta penerbitan sertipikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data yang benar, karena pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sehubungan dengan itu diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini.

Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertipikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Kelemahan sistem publikasi negatif adalah, bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertipikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Umumnya kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan lembaga acquistieve verjaring atau adverse possession. Hukum tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak dapat menggunakan lembaga tersebut, karena hukum adat yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah, yaitu lembaga rechtsverwerking.

Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikat baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena diterlantarkan (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini.

Dengan pengertian demikian, maka apa yang dietentukan dalam ayat ini bukanlah menciptakan ketentuan hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat, yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkrit dalam penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai penelantaran tanah.

Pasal 33

Ayat (1)

Karena pada dasarnya terbuka bagi umum dokumen yang dimaksud ayat ini disebut daftar umum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Sebelum melakukan perbuatan hukum mengenai bidang tanah tertentu para pihak yang berkepentingan perlu mengetahui data mengenai bidang tanah tersebut. Sehubungan dengan sifat terbuka data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, buku tanah dan surat ukur, siapapun yang berkepentingan berhak untuk mengetahui keterangan yang diperlukan. Tidak digunakannya hak tersebut menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.

Ayat (2)

Daftar nama sebenarnya tidak memuat keterangan mengenai tanah, melainkan memuat keterangan mengenai orang perseorang atau badan hukum dalam hubungan dengan tanah yang dimilikinya. Keterangan ini diperlukan oleh instansi-instansi Pemerintah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Untuk mencegah hilangnya dokumen yang sangat penting untuk kepentingan masyarakat ini maka apabila ada instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya, pemeriksaan dokumen itu wajib dilakukan di Kantor Pertanahan. Pengecualian ketentuan ini adalah sebagaimana diatur dalam ayat (4).

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Setelah diperlihatkan dan jika diperlukan dibuatkan petikan, salinan atau rekamannya seperti dimaksud pada ayat (3), dokumen yang bersangkutan dibawa dan disimpan kembali di tempat yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Ayat (5)

Penyimpanan dengan menggunakan peralatan elektronik dan dalam bentuk film akan menghemat tempat dan mempercepat akses pada data yang diperlukan. Tetapi penyelenggaraannya memerlukan persiapan peralatan dan tenaga serta dana yang besar. Maka pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Perubahan data fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi misalnya kalau diadakan pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah didaftar.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) perlu diberikan dalam keadaan tertentu yaitu untuk daerah-daerah yang terpencil dan belum ditunjuk PPAT Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), untuk memudahkan rakyat melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah.

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Dalam ayat ini diwujudkan fungsi dan tanggung jawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran tanah. Akta PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan, dengan antara lain mencocokkan data yang terdapat dalam sertipikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.

Yang dimaksudkan dalam huruf d dengan surat kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa, sehingga pada hakikatnya merupakan perbuatan hukum pemindahan hak.

Contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf g adalah misalnya larangan yang diadakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan jo Peraturan Pemerintah Nomor 27 Thun 1996 tentang perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan untuk membuat akta, jika kepadanya tidak diserahkan fotocopy surat setoran pajak penghasilan yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 40

Ayat (1)

Selaku pelaksana pendaftaran tanah PPAT wajib segera menyampaikan akta yang dibuatnya kepada Kantor Pertanahan, agar dapat dilaksanakan proses pendaftarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Ayat (2)

Kewajiban PPAT hanya sebatas menyampaikan akta dengan berkas-berkasnya kepada Kantor Pertanahan. Pendaftaran kegiatan selanjutnya serta penerimaan sertipikatnya menjadi urusan pihak yang berkepentingan sendiri.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Untuk menghindarkan terjadinya pelelangan umum yang tidak jelas obyeknya perlu diminta keterangan yang paling mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang dari Kantor Pertanahan.

Ayat (3)

Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber informasi yang mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang, keterangan ini sangat penting bagi Pejabat Lelang untuk memperoleh keyakinan tentang obyek lelang. Oleh karena itu surat keterangan tersebut harus tetap diterbitkan, walaupun tanah atau satuan rumah susun yang bersangkutan sedang dalam sengketa atau dalam status sitaan.

Ayat (4)

Lelang eksekusi meliputi lelang dalam rangka pelaksanaan putusan Pengadilan, hak tanggungan, sita pajak, sita Kejaksaan/Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang Negara. Dalam pelelangan eksekusi kadang-kadang tereksekusi menolak untuk menyerahkan sertipikat asli hak yang akan dilelang. Hal ini tidak boleh menghalangi dilaksanakannya lelang. Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat dilaksanakan walaupun sertipikat asli tanah tersebut tidak dapat diperoleh Pejabat Lelang dari tereksekusi.

Ayat (5)

Dokumen ini akan dijadikan dasar pendaftaran peralihan haknya.

Pasal 42

Ayat (1)

Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Hukum Perdata yang berlaku bagi pewaris.

Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan, dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir.

Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.

Ayat (2)

Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat dilakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Apabila dari akta pembagian waris yang dibuat sesuai ketentuan yang berlaku bagi para ahli waris sudah ternyata suatu hak yang merupakan harta waris jatuh pada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta PPAT.

Ayat (5)

Sesudah hak tersebut didaftarkan sebagai harta bersama, pendaftaran pembagian hak tersebut selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51.

Pasal 43

Ayat (1)

Beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi terjadi karena hukum (Pasal 107 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian). Karena itu cukup dibuktikan dengan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan tersebut. Ketentuan ini secara mutatis mutandis berlaku untuk penggabungan atau peleburan badan hukum lain.

Ayat (2)

Dalam rangka likuidasi dilakukan pemindahan hak, yang kalau mengenai tanah dibuktikan dengan akta PPAT.

Pasal 44

Ayat (1)

Dipandang dari sudut hak tanggungan, pendaftaran pemberian hak tanggungan merupakan pendaftaran pertama. Dipandang dari sudut hak yang dibebani, pencatatannya dalam buku tanah dan sertipikat tanah yang dibebani merupakan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)

Akta PPAT merupakan alat membuktikan telah dilakukannya suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang bersangkutan tidak berfungsi lagi sebagai bukti perbuatan hukum tersebut. Dalam pada itu apabila suatu perbuatan hukum dibatalkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan sedangkan perbuatan hukum itu sudah didaftar di Kantor Pertanahan, maka pendaftaran tidak dapat dibatalkan. Perubahan data pendaftaran tanah menurut pembatalan perbuatan hukum itu harus didasarkan atas alat bukti lain, misalnya putusan Pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Perpanjangan jangka waktu suatu hak tidak mengakibatkan hak tersebut hapus atau terputus. Oleh karena itu untuk pendaftarannya tidak perlu dibuatkan buku tanah dan sertipikat baru.

Pasal 48

Ayat (1)

Pemecahan bidang tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan tidak boleh mengakibatkan tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya ketentuan landreform (lihat ayat (4)).

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pemecahan bidang tanah tidak boleh merugikan kepentingan kreditor yang mempunyai hak tanggungan atas tanah yang bersangkutan. Oleh kerena itu pemecahan tanah itu hanya boleh dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban lain yang bersangkutan.

Beban yang bersangkutan tidak selalu harus dihapus. Dalam hal hak tersebut dibebani hak tanggungan, hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang hasil pemecahan itu.

Ayat (4)

Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan adalah Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Pasal 49

Ayat (1)

Dalam pemisahan bidang tanah menurut ayat ini bidang tanah yang luas diambil sebagian yang terjadi satuan bidang baru. Dalam hal ini bidang tanah induknya masih ada dan tidak berubah identitasnya, kecuali mengenai luas dan batasnya. Istilah yang digunakan adalah pemisahan, untuk membedakannya dengan apa yang dilakukan menurut Pasal 48

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

Pada saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain, perlu dibagi sehingga menjadi hak individu. Untuk itu kesepakatan antara pemegang hak bersama tersebut perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi pendaftarannya. Dalam pembagian tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama memperoleh bagian. Dalam pembagian harta waris seringkali yang menjadi pemegang hak individu hanya sebagian dari keseluruhan penerima warisan, asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima warisan sebagai pemegang hak bersama.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Untuk mencatat hapusnya hak atas tanah yang dibatasi masa berlakunya tidak diperlukan penegasan dari Pejabat yang berwenang.

Dalam acara melepaskan hak, maka selain harus ada bukti, bahwa yang melepaskan adalah pemegang haknya, juga perlu diteliti apakah pemegang hak tersebut berwenang untuk melepaskan hak yang bersangkutan.

Dalam hal hak dilepaskan dibebani hak tanggungan diperlukan persetujuan dari kreditor yang bersangkutan.

Demikian juga ia tidak berwenang untuk melepaskan haknya, jika tanah yang bersangkutan berada dalam sita oleh Pengadilan atau ada beban-beban lain.

Ayat (2)

Dalam hal-hal tertentu Kepala Kantor Pertanahan dapat mengumumkan hapusnya hak yang sertipikatnya tidak diserahkan kepadanya untuk mencegah dilakukannya perbuatan hukum mengenai tanah yang sudah tidak ada haknya tersebut.

Pasal 53

Hak tanggungan merupakan accessoir pada suatu piutang tertentu, karenanya menurut hukum mengikuti peralihan piutang yang bersangkutan. Maka untuk peralihannya tidak diperlukan perbuatan hukum tersendiri dan pendaftarannya cukup dilakukan berdasarkan bukti cessie, subrogasi ataupun pewarisan piutangnya yang dijamin.

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kedua dokumen yang dimaksud ayat ini merupakan pernyataan tertulis dari pemegang hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.

Pasal 55

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan Pengadilan adalah baik badan-badan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara ataupun Peradilan Agama.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Putusan Pengadilan mengenai hapusnya sesuatu hak harus dilaksanakan lebih dahulu oleh Pejabat yang berwenang, sebelum didaftar oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 56

Yang dimaksud pemegang hak yang ganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya berganti. Penggantian nama pemegang hak dapat terjadi baik mengenai orang perseorangan maupun badan hukum.

Pasal 57

Ayat (1)

Untuk memperkecil kemungkinan pemalsuan, di waktu yang lampau telah beberapa kali dilakukan penggantian blanko sertipikat. Sehubungan dengan itu apabila dikehendaki oleh pemegang hak, sertipikatnya boleh diganti dengan sertipikat yang menggunakan blanko baru.

Diterbitkannya sertipikat pengganti dilakukan apabila dan sesudah semua ketentuan dalam Bab VI Peraturan Pemerintah ini dipenuhi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Ayat (1)

Dalam hal hak atas tanah berdasarkan akta yang dibuat oleh PPAT sudah berpindah kepada pihak lain, tetapi sebelum peralihan tersebut didaftar sertipikatnya hilang, permintaan penggantian sertipikat yang hilang dilakukan oleh pemegang haknya yang baru dengan pernyataan dari PPAT bahwa pada waktu dibuat dibuat akta PPAT sertipikat tersebut masih ada.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Keberatan dianggap beralasan apabila misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa sertipikat tersebut tidak hilang melainnya dipegang olehnya berdasarkan persetujuan pemegang hak dalam rangka suatu perbuatan hukum tertentu.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Di daerah-daerah tertentu pengumuman yang dimaksud pada ayat (2) memelukan biaya yang besar yang tidak sebanding dengan harga tanah yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu Menteri dapat menentukan cara pengumuman lain yang lebih murah biayanya.

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengumuman ini dimaksudkan agar masyarakat tidak melakukan perbuatan hukum mengenai tanah atau satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan sertipikat yang telah tidak berlaku.

Sertipikat yang lama dengan sendirinya tidak berlaku lagi, karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku hak yang bersangkutan telah berpindah kepada pembeli lelang dengan telah dimenangkannya lelang serta telah dibayarnya harga pembelian lelang.

Pasal 61

Ayat (1)

Peraturan Pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Ketentuan peralihan ini memungkinkan Peraturan Pemerintah ini segera dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

---------------------

CATATAN



Kutipan: MEDIA ELEKTRONIK SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1997
baca selengkapnya - PP Pendaftaran Tanah